Minggu, 05 Mei 2013

Tulus



Jika kau benar-benar tulus mencintaiku. Kau tak akan pernah membiarkan orang lain berusaha mengambilku, mengambil alih darimu, berusaha melindungiku selain kamu. Kau tak akan pernah berpikir akan meninggalkanku apapun situasi dan kondisinya. Kau juga tak akan mungkin membiarkan ragaku mengais-ais mengemis kesakitan untuk menagih ketulusan jiwamu. Bahkan, untuk hal sederhana seperti meneteskan air mata, sedikitpun kau tak akan membiarkanku. Seharusnya itu tak perlu, sayang. Aku tak harus seperti itu. Kau hanya tak sadar telah sangat menyakitiku.  Pahamilah, sayang! Mengertilah! TULUS itu sederhana jika kau mampu memahaminya.

by : Rani Cestyadinda
(write learning)

Lontaran Kata



Mengapa kau berani memilihku jika kau sama sekali belum bisa menerimaku? Kau tak bisa menerimaku dengan sepenuh hati dan ketulusanmu?! Tak bisakah kau seperti itu, sayang?!
Begini, saat kau berani memilihku, mengejarku, dan kemudian menjalin hubungan denganku, seharusnya kau telah memikirkannya secara matang-matang. Apakah kau tau yang akan kau hadapi nanti? Apakah kau yakin kau mampu menerimaku dengan segala keterbatasanku? Apakah kau mampu melengkapi segala kekuranganku? Apakah kau yakin bahwa kita dapat menutupi kekurangan kita satu sama lain? Apakah kau telah memikirkan semua pertanyaan itu? Dan sudahkah kau pikirkan secara matang-matang?
Kalau tidak, bagaimana bisa kau berani memilihku, mengejarku, menjalin hubungan denganku tanpa memiliki keyakinan seperti itu semua? Bagaimana bisa, sayang?! Mestinya kau pikir kembali. Keyakinan seperti itu bukanlah main-main. Apa kau belum mengerti?
Atau, memang bukan ini niat awalmu memilihku? Apakah dari awal kau hanya mempermainkanku? Apakah kau hanya memperalatku? Apa kau hanya sekedar melampiaskan emosi sesaatmu? Iya? Aku tak mengerti, sayang. Katakanlah! Katakan yang sejujurnya!
Aku sungguh ingin kau berpikir juga apa yang selama ini aku pikirkan. Aku ingin kau merasakan juga apa yang selama ini aku rasakan. Aku ingin kau membantuku untuk berpikir dan merasakan ini semua ditengah ketidakmampuan dan keterbatasanku. Aku ingin kau selalu disisiku, disampingku. Aku ingin kau hadir memelukku disetiap masalah yang datang menghampiriku. Aku ingin kau mendampingiku selayaknya aku permaisurimu. Sejujurnya, yang aku inginkan hanyalah KAMU. Hanya itu dan mestinya kau sadar akan hal itu, sayang!

by : Rani Cestyadinda
(belajar menulis)

Kosong :)



Aku tau hidup ini sangatlah singkat. Tetapi bukan itu intinya. Intinya adalah bagaimana cara kita mengusahakan dan menikmati waktu kita untuk bersama-sama sebelum akhirnya tak ada lagi waktu untuk itu. Inti lainnya bagaimana kita bisa saling mengerti, memahami, dan menyayangi satu sama lain. Bagaimana kita dapat menjalani itu semua jika, “keegoisan” selalu kau junjung tinggi diatas segala permasalahan kita, sayang?! Bagaimana...???
Ya, hakimi saja aku! Hakimi saja terus! Tak ada lelahnya kau seperti itu. Hingga kau setega ini kepadaku? Lakukanlah, sayang! Lakukan! Buang saja aku! Buang! Bunuh saja sekalian biar kepuasan dapat kau capai! Daripada harus selalu aku yang merasakan sakit yang sejujurnya selalu kubenci dan tak pernah ingin kurasakan sejak lahir. Untuk apa hidup yang singkat ini kuhabiskan dengan menikmati injakan batin darimu? Untuk apa, sayang? Untuk apa...???!!!
Aku berani mengakui kamu memang pandai. Pandai dalam merusak segalanya! Merusak kehidupan singkat yang kupunya! Yang seharusnya dapat kunikmati dengan indah. Sekarang, apa aku? Aku kosong, sayang! Dan kau yang membuatnya begini. Dimana harga diriku sekarang? Dimana...???
Kenapa kau biarkan aku mengemis kerintihan sambil menahan segala rasa sakit yang sesak menyiksaku ini? Apakah ini yang selalu kau inginkan? Apakah ini yang memang sudah kau rencanakan sejak awal kau mengejarku? Iya? Kukira pengorbananmu tulus. Ternyata itu semua hanya...KOSONG! :)

by : Rani Cestyadinda
 (belajar menulis)

Sadarlah, sayang!



Kenapa? Kenapaaa?!!
Kenapa kesalahan terkecilku selalu saja kau ungkit-ungkit? Sedangkan kesalahan terbesarmu hanya mampu kusimpan dalam-dalam bahkan kubuang jauh-jauh? Tapi kenapa?!! Tak bisakah kau seperti aku? Memang kau bukan aku. Tapi, adilkah ini bagiku? Sadarlah, sayang!
Ada kalanya saat aku tak bisa selalu menyadari bahwa aku yang salah. Tetapi sangatlah perlu untuk kau memahami perasaanku! Ya, kau perlu untuk itu! Sadarlah, sayang!
Sekrang coba kau pikir kembali, apakah kau sudah cukup mengerti dan menghargai sikap mengalahku selama ini? Apakah kau sadar ini adalah bentuk usahaku untuk selalu menjadi yang terbaik untuk kamu? Sadarkah? Sadarlah, sayang!
Selalu saja kau ambil alih seluruh emosiku. Kau selalu pandai untuk itu. Kau pandai. Tetapi mengertilah, ada saatnya aku memberlakukan segala emosiku, bukan hanya kamu yang dengan segala ketidakmasukakalan mu, dengan segala kekejamanmu itu! Kapan aku harus berperan? Kapan...??? Sadarlah, sayang!

by : Rani Cestyadinda